PADANGSIDIMPUAN,SUMUT86NEWS.COM-
Telah disomasi melalui media sosial, seorang ketua OKP dan ketua partai,
berinisial AF, yang telah menikahi seorang Wanita di Sibolga, yang istri
pertama dari si AF masih sah dalam hubungan suami istri yang mempunyai 2 anak,
dan tanpa ada izin dari istri pertama.
Tetapi dia tetap menikah dengan
seorang janda yang berasal dari Sibolga, dan berani-berani nya KUA dari Sibolga
mengeluarkan buku nikah, dari pasangan AF tersebut di sini terjadi kesalahan yang di lakukan
instansi KUA kota Sibolga
Akibat hukum atas perkawinan
kedua yang dilakukan suami tanpa izin dari istri pertama adalah cacat hukum dan
juga berakibat dapat dipidana. Hal ini berdasarkan Undang-Undang No. 1 tahun
1974 tentang Perkawinan dan Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 1991
tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang berbunyi:
Pasal 4 ayat (1) UU Perkawinan:
“Dalam hal suami akan beristri lebih dari seorang, sebagaimana tersebut dalam
Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang ini, maka ia wajib mengajukan permohonan ke
Pengadilan daearh tempat tinggalnya.“
Pasal 5 UU Perkawinan: (1) Untuk
dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4
ayat (1) Undang-undang ini harus memenuhi syarat-syarat berikut: a. adanya
persetujuan dari istri/istri-istri; b. adanya kepastian bahwa suami mampu
menjamin keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka. c. adanya
jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak
mereka.
Pasal 55 Kompilasi Hukum Islam:
(1) Beristri lebih satu orang pada waktu bersamaan, terbatas hanya sampai empat
istri. (2) Syarat utama beristri lebih dari seorang, suami harus mampu berlaku
adil terhadap istrI-istri dan anak-anaknya. (3) Apabila syarat utama yang
disebut pada ayat (2) tidak mungkin dipenuhi, suami dilarang beristri dari
seorang.
Pasal 58 Kompilasi Hukum
Islam:(1) Selain syarat utama yang disebut pada pasal 55 ayat (2) maka untuk
memperoleh izin pengadilan Agama, harus pula dipenuhi syarat-syarat yang
ditentukan pada pasal 5 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 yaitu : a. adanya
pesetujuan istri; b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan
hidup istri-istri dan anak-anak mereka.”
Jika suami melakukan pernikahan
tanpa persetujuan istri pertama, maka dapat dilaporkan tindakan suami tersebut
ke aparat hukum yang berwenang berdasarkan Pasal 279 KUHP, yang
berbunyi: “(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun:
1. barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau
perkawinan-perkawinannya yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu;
2.barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau
perkawinan-perkawinan pihak lain menjadi penghalang untuk itu. (2) Jika yang
melakukan perbuatan berdasarkan ayat 1 butir 1 menyembunyikan kepada pihak lain
bahwa perkawinan yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu diancam
dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Sampai saat ini telah di konfirmasi istri sah dari AF bahwasanya tidak ada surat izin dari pengadilan, dan persetujuan dari istri pertama tidak ada sama sekali ,YN menjelaskan kembali dan memperkuat pernyataan nya, kepada wartawan bahwa si AF sangat jarang sekali memberikan nafkah secara lahir dan batin ,dan juga kepada anak-anak nya.
YN menuturkan lagi menyayangkan
perbuatan atau sikap yang di buat oleh
AF atas pembuatan yg dia lakukan menikah'kembali tanpa ada izin dari YN selaku
istri pertama yang sah .
Telah di konfirmasi narasumber
yang tidak bisa di sebut nama nya di media, dia menuturkan bahwa pernikahan
kedua yang di lakukan si AF ini , memang di lakukan pernikahan di Sibolga dan
narasumber berani memberikan bukti-bukti autentik pernikahan si AF.
Menanggapi hal tersebut, Ahmad Fadli,SH.I selaku Aktivis Dewan Pengurus Nasional Gerakan Nasional Peduli Bangsa (DPN GNPB) meminta Polres Padangsidimpuan segera memanggil dan memeriksa oknum Ketua OKP tersebut terkait dugaan pelanggaran pidana Pasal 279 KUHP dan berharap Ketua PSI SUMUT dan ketua PKN SUMUT agar memberikan tindakakan yang tegas , atau memecat secara tidak hormat atas tindakan yang di lakukan nya pada istri sah nya. (Red)